Peringatan 200 Tahun Perjanjian Kutai-Belanda 1825: Kontrak 10 Pasal Tanpa Ada Konflik Bersenjata

DISKUSI - Diskusi Publik Peringatan 200 Tahun Perjanjian Kutai-Belanda 1825 di Kampus FKIP Universitas Mulawarman Samarinda, 8 Agustus 2025 / HO to Avnmedia.id
“Sultan Kutai tentu mempertimbangkan secara cermat keuntungan dan kerugian sebelum menyepakati perjanjian dengan Belanda,” katanya.
Forum yang digelar di Gedung Dekanat FKIP Unmul ini juga menayangkan visual naskah asli perjanjian yang telah didigitalisasi oleh Sarip.
Naskah tersebut dibacakan dalam aksara Arab Melayu oleh Azmi, dosen yang juga berlatar belakang pendidikan pesantren.
“Kalau kita lihat isinya, ini lebih seperti kontrak dagang dibandingkan dengan dokumen penjajahan,” jelas Azmi, yang pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unmul.
Sementara itu, Rusdianto menekankan pentingnya inisiatif dari publik untuk mengangkat isu sejarah lokal.
“Kita tidak bisa menunggu pusat untuk mengakui sejarah kita. Momentum 200 tahun ini adalah angka istimewa dan tidak akan terulang. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Peringatan berikutnya adalah 250 tahun pada 2075,” ujarnya.
Ia menutup forum dengan seruan agar sejarah lokal dibela lewat ruang-ruang publik yang kritis dan berbasis riset.
“Literasi sejarah bukan sekadar seremoni. Ia harus berdiri di atas fondasi riset, sumber primer, dan hidup di tengah publik,” pungkasnya. (jas)