Yang Terjadi di Otak Saat Kamu Jatuh Cinta...

ILUSTRASI - Ilustrasi pasangan/ Unsplash
Penelitian fMRI yang dilakukan oleh Cacioppo juga memberikan gambaran lebih dalam mengenai pengaruh cinta terhadap otak. Ia menemukan bahwa 12 area otak bekerja sama untuk melepaskan hormon-hormon seperti dopamin (hormon kebahagiaan), oksitosin (hormon pelukan), dan adrenalin yang memunculkan rasa euforia dan tujuan hidup.
Sirkuit penghargaan di otak—yang mencakup amigdala, hipokampus, dan korteks prefrontal—menyala saat seseorang membicarakan orang yang dicintainya, karena aliran darah meningkat di area tersebut.
Pada saat yang sama, kadar serotonin—hormon penting untuk mengatur nafsu makan dan pikiran cemas—akan menurun. Rendahnya serotonin juga umum terjadi pada orang dengan gangguan kecemasan atau obsesif-kompulsif.
“Inilah sebabnya orang yang baru jatuh cinta bisa sangat terobsesi pada hal-hal kecil, seperti memikirkan isi pesan teks selama berjam-jam,” ujar Cacioppo.
Bagaimana Cinta Jangka Panjang Berbeda di Otak?
Ketika euforia cinta baru mulai mereda dan pasangan menjadi lebih berkomitmen, area aktivasi otak juga berkembang, kata Brown. Dalam studi terhadap pasangan yang baru menikah, Brown menemukan bahwa bagian ganglia basalis—wilayah otak yang mengatur gerakan—ikut aktif saat mereka melihat foto pasangan jangka panjang mereka.
“Ini adalah bagian otak yang sangat berperan dalam menciptakan keterikatan, memungkinkan manusia (dan mamalia lain) tetap bersama meski menghadapi kesulitan,” ujar Brown.
Bahkan pada pasangan yang telah menikah selama lebih dari 20 tahun, banyak yang masih menunjukkan aktivitas otak di area kaya dopamin yang terkait dengan penghargaan dan motivasi, terutama di VTA—mirip dengan temuan pada studi cinta tahap awal.
Dalam sebuah studi tahun 2012 di jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience, responden menunjukkan aktivitas VTA yang lebih besar saat melihat pasangan mereka dibandingkan saat melihat teman dekat atau kenalan akrab. Aktivitas juga terlihat di area otak yang sering dikaitkan dengan ikatan antara ibu dan anak, termasuk area frontal, limbik, dan ganglia basalis.
Cinta jangka panjang juga mengaktifkan area kognitif seperti angular gyrus—bagian otak yang terkait dengan bahasa kompleks—dan sistem neuron cermin, yang membantu kita mengantisipasi tindakan pasangan.
Inilah sebabnya mengapa beberapa pasangan bisa saling menyelesaikan kalimat atau bekerja sama di dapur sempit tanpa bertabrakan, kata Cacioppo.