Ketidakpastian Politik Bayangi Ekonomi Indonesia, Investor Global Dinilai Mulai Waspada
Pertumbuhan Ekonomi 5,12% Terguncang Gejolak Politik

ILUSTRASI - Kepala APAC EBC, Samuel Hertz, menilai perubahan sentimen investor saat ini lebih ditentukan oleh faktor politik dibanding kondisi fundamental/ Pexels
AVNMEDIA.ID - Ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan solid 5,12% pada kuartal II 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka ini menegaskan posisi Indonesia sebagai motor ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Namun, gejolak politik yang memicu protes besar-besaran, pelemahan rupiah, hingga penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai menguji daya tahan pasar.
Rupiah melemah ke Rp16.500 per dolar AS, IHSG anjlok lebih dari 3%, dan imbal hasil obligasi 10 tahun melonjak ke 6,335%.
Kondisi ini mencerminkan meningkatnya premi risiko yang harus ditanggung investor.
Meski Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Bank Indonesia menegaskan fundamental ekonomi tetap kuat, mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani serta penahanan pasca-protes berdarah menambah ketidakpastian.
Investor Global Dinilai Evaluasi Ulang Risiko Indonesia
Menurut EBC Financial Group, faktor jangka panjang seperti bonus demografi, transformasi digital, dan kekuatan Indonesia di pasar komoditas global tetap menjadi penopang ekonomi.
Namun, Kepala APAC EBC, Samuel Hertz, menilai perubahan sentimen investor saat ini lebih ditentukan oleh faktor politik dibanding kondisi fundamental.
“Pasar negara berkembang sering kali menunjukkan dinamika yang kompleks. Stabilitas sosial dan politik punya peran sama besar dengan indikator makroekonomi dalam membentuk persepsi risiko,” ujar Hertz.
Analis East Asia Forum juga menilai, gelombang protes menjadi peringatan bagi pemerintah agar menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan tata kelola yang baik.
Dampak Kerusuhan ke Bisnis dan UMKM
Kerugian ekonomi akibat kerusuhan ditaksir mencapai Rp500 miliar di sektor ritel.
Sementara itu, gangguan pada perdagangan digital makin menekan usaha kecil.
Penangguhan fitur TikTok Live misalnya, langsung memukul ribuan UMKM yang selama ini bergantung pada 185 juta pengguna aktif di Indonesia.
Sektor konsumsi dan ritel menjadi yang paling rentan.
Meski indikator makro masih kokoh, ketegangan sosial berlarut-larut dapat mengubah strategi investasi di sektor konsumen.
Langkah Pemerintah dan Bank Indonesia
Investor kini menunggu respons konkret pemerintah.
Presiden Prabowo berkomitmen menurunkan tensi politik melalui reformasi, pengurangan hak istimewa legislator, hingga suntikan dana Rp200 triliun untuk mendukung ekonomi.
Namun, efektivitas kebijakan ini masih dipantau pasar.
Bank Indonesia juga menegaskan kesiapannya menjaga stabilitas rupiah dan pasar modal melalui intervensi serta dukungan likuiditas.
Prospek Jangka Panjang
Bagi investor global, situasi di Indonesia tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari pola risiko pasar negara berkembang.
Data pertumbuhan PDB masih positif, tetapi stabilitas politik kini menjadi kunci dalam menjaga arus modal asing.
“Kepercayaan pasar tidak hanya ditentukan oleh fundamental ekonomi, tapi juga oleh stabilitas sosial dan politik,” pungkas Hertz. (jas)