.Feast hingga Methosa, Sederet Band dan Musisi Kekinian Suarakan Kritik Pemerintah Lewat Lagu
Ada Band Divokali Rina Rose

MUSIK - Sederet Band dan Musisi Kekinian Suarakan Kritik Pemerintah Lewat Lagu (Foto: Instagram @methosaverse dan @ffeastt)
Band ini digawangi oleh lima personel, yakni Mansen Munthe (vokal), Rina Nose (vokal), Kelana Halim (bass), Agung (synthesizer), dan Dami (gitar).
Sejak awal, Methosa konsisten menghadirkan karya-karya dengan tema sosial yang kuat dan sarat pesan kritis.
Lewat BOW, Methosa menyalurkan keresahan mereka terhadap situasi bangsa yang semakin kompleks.
Lagu ini lahir dari keprihatinan mendalam atas perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kian mengakar, baik di level pusat maupun daerah.
Pesan utama lagu ini jelas bahwa masyarakat tidak boleh hanya diam, melainkan perlu ikut mengawasi serta mengkritisi jalannya pemerintahan.
“Keserakahan para pemimpin seakan sudah tak terbendung lagi,” ungkap para personel Methosa, menegaskan alasan lahirnya karya ini.
Namun, perjalanan BOW tidak sepenuhnya mulus.
Beberapa media enggan memutarnya dengan alasan liriknya terlalu tajam dalam mengkritik penguasa.
Meski demikian, Methosa menegaskan bahwa lagu ini bukan ditujukan kepada individu tertentu, melainkan cerminan nyata dari keresahan publik.
Menanggapi penolakan itu, Methosa tetap tenang.
“Kami tidak berpikir soal cara menarik peminat. Musik kami akan mencari pendengarnya sendiri,” tutur Mansen Munthe.
6. Sisir Tanah (Bagus Dwi Danto) – Konservasi Konflik
Sisir Tanah adalah proyek musik solo yang lahir dari gagasan Bagus Dwi Danto sejak 2010.
Nama ini diambil dari alat pertanian garu, simbol kesederhanaan sekaligus pengingat akan tanah yang memberi kehidupan.
Karya-karya Danto lewat Sisir Tanah kerap sarat makna sosial dan kritik tajam.
Salah satunya terlihat pada lagu “Konservasi Konflik”, yang mengisahkan berbagai tragedi bangsa, mulai dari kasus korupsi, pembunuhan jurnalis Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin, hingga kisah buruh perempuan Marsinah yang tewas dibunuh.
Danto menuturkan, lagu tersebut ia tulis di Yogyakarta pada 2010 dengan lirik panjang, namun ajeg.
Danto berharap karya-karyanya bisa dipahami oleh siapa pun, sekaligus menyalakan keberanian untuk melawan ketidakadilan, bukan hanya bagi orang lain, tapi juga bagi dirinya sendiri.
Penutup
Itulah beberapa band dan musisi kekinian suarakan kritik pemerintah lewat lagu.
Fenomena ini menegaskan bahwa musik bukan sekadar alunan nada, melainkan juga cermin kegelisahan publik.
Suara-suara berani dari YEN, Sukatani, .Feast, Barasuara, Methosa, hingga Sisir Tanah menunjukkan bahwa musisi memiliki peran penting dalam menyuarakan realitas sosial.
Di tengah keterbatasan ruang kritik, karya-karya mereka menjadi pengingat bahwa seni masih bisa menjadi salah satu senjata paling ampuh untuk melawan ketidakadilan dan membangkitkan kesadaran kolektif.
(apr)