DBS Focus Indonesia 2026 Outlook: Saatnya Bertindak di Tengah Pergeseran Arah Kebijakan

BANK DBS - PT Chubb General Insurance Indonesia (Chubb Indonesia) bekerja sama dengan PT Bank DBS Indonesia (Bank DBS Indonesia) resmi menghadirkan Smart Travel Shield versi terbaru/ HO to Avnmedia.id

AVNMEDIA.IDDBS Group menilai tahun 2026 akan menjadi fase krusial bagi perekonomian Indonesia.

Prospek ke depan tak lagi sekadar ditentukan oleh perencanaan kebijakan, melainkan oleh kemampuan pemerintah mengubah agenda strategis menjadi implementasi nyata yang berdampak langsung pada pertumbuhan, produktivitas, dan iklim investasi.

Dalam laporan DBS Focus Indonesia 2026 Outlook, perubahan kebijakan Indonesia diproyeksikan harus dibaca melalui lensa “Sumitronomics”, sebuah kerangka pemikiran yang menekankan peran industrialisasi, penguatan manufaktur, serta pemanfaatan kebijakan fiskal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.

Arah Ekonomi 2026: Pertumbuhan Lebih Adil dan Ekspansif

DBS memperkirakan tahun 2026 akan ditandai oleh sejumlah pergeseran penting, antara lain dorongan menuju model pertumbuhan yang lebih berkeadilan, peningkatan belanja fiskal, serta kebijakan moneter yang tetap akomodatif.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 diproyeksikan berada di kisaran 5,2% (year-on-year), sedikit lebih tinggi dibanding estimasi 2025.

Kenaikan ini terutama ditopang oleh belanja pemerintah yang lebih ekspansif, stimulus ekonomi berkelanjutan, serta dukungan kebijakan moneter yang pro-pertumbuhan.

PDB nominal diperkirakan tumbuh 7,2–7,4%, mencerminkan deflator yang lebih tinggi sekaligus menjaga rasio makroekonomi tetap stabil.

Konsumsi dan Daya Beli Jadi Penopang Utama

Konsumsi rumah tangga, khususnya kelompok berpendapatan rendah, diprediksi membaik seiring peningkatan anggaran program unggulan pemerintah yang tumbuh 15–20% (yoy) serta perluasan jumlah penerima manfaat.

Di sisi lain, wacana kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota (UMP dan UMK) untuk 2026 turut menjadi perhatian.

Meski tuntutan kenaikan sempat mencapai 10,5%, DBS menilai realisasi kemungkinan berada di kisaran 4–6%, demi menjaga keseimbangan antara daya beli dan keberlanjutan dunia usaha.

 

Ekspor Masih Tangguh, Neraca Perdagangan Menguat

Kinerja perdagangan eksternal Indonesia dinilai tetap solid. Hingga 10 bulan pertama 2025, ekspor tumbuh 7% (yoy), sementara impor meningkat lebih moderat sebesar 2,6%.

Surplus neraca perdagangan diproyeksikan menembus USD 41 miliar, tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Kontributor utama berasal dari komoditas unggulan seperti minyak sawit, mesin dan peralatan, transportasi, serta bahan kimia.

Ekspor mesin dan elektronik juga mendapat dorongan dari efek lanjutan meningkatnya permintaan global terkait siklus kecerdasan buatan (AI).

Fiskal Bergerak Lebih Agresif, Negara Ambil Peran Lebih Besar

DBS mencatat adanya pergeseran nyata dari pendekatan fiskal konservatif menuju kebijakan yang lebih ekspansif.

Pemerintah diperkirakan menjadikan APBN sebagai penggerak utama pertumbuhan, sekaligus menarik partisipasi sektor swasta.

Untuk 2026, target defisit fiskal diperlebar menjadi -2,68% dari PDB, dibanding target sebelumnya -2,48%, namun tetap berada di bawah batas aman 3%.

Total belanja negara dinaikkan menjadi Rp3.843 triliun, dengan alokasi besar pada program makan gratis, perlindungan sosial, serta belanja pertahanan.

DBS mengingatkan, asumsi peningkatan rasio pajak ke 10,5% dari PDB bersifat cukup optimistis dan membutuhkan perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan.

Iklim Investasi: Kunci Pertumbuhan Jangka Panjang

Perbaikan iklim investasi dinilai menjadi faktor krusial untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan.

DBS menekankan pentingnya kepastian regulasi, konsistensi kebijakan perdagangan, penyederhanaan perizinan lintas daerah, serta kejelasan peta jalan hilirisasi industri.

Investasi asing langsung (FDI) masih kuat, terutama di sektor pengolahan logam dasar, transportasi, utilitas, dan manufaktur.

Ke depan, FDI diperkirakan membaik seiring meredanya ketidakpastian kebijakan dan meningkatnya belanja modal pemerintah, termasuk melalui proyek-proyek prioritas nasional dan peran badan investasi Danantara.

Kebijakan Moneter Tetap Dovish

Bank Indonesia diperkirakan tetap menjaga kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan.

Setelah memangkas suku bunga acuan total 125 basis poin sepanjang 2025 menjadi 4,75%, DBS memproyeksikan ruang penurunan lanjutan hingga 75 basis poin sampai akhir 2026, dengan catatan stabilitas rupiah tetap terjaga.

Inflasi 2026 diperkirakan berada di kisaran 2,5%, masih dalam target, meski terdapat risiko dari faktor cuaca dan program makan bergizi gratis yang berpotensi mendorong harga pangan.

Rupiah 2026: Stabil, Tapi Tetap Waspada

Dari sisi nilai tukar, DBS memproyeksikan USD/IDR bergerak stabil di kisaran 16.000–16.900 sepanjang 2026. Skenario terburuk membuka peluang pelemahan hingga di atas 17.000 jika terjadi guncangan pertumbuhan global atau eskalasi risiko perdagangan internasional.

Stabilitas makro Indonesia dinilai tetap solid, dengan defisit transaksi berjalan yang masih terkendali dan cadangan devisa yang diperkuat oleh kebijakan repatriasi devisa hasil ekspor.

Kesimpulan: 2026 Jadi Ujian Eksekusi

DBS menegaskan, tahun 2026 akan menjadi ujian nyata bagi pemerintah Indonesia.

Bukan lagi soal merancang kebijakan, melainkan memastikan pelaksanaan berjalan efektif, terkoordinasi, dan mampu mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif.

Jika reformasi fiskal, moneter, dan investasi dijalankan secara konsisten, Indonesia berpeluang keluar dari jebakan pertumbuhan 5% dan menapaki jalur menuju pertumbuhan 6–8% dalam jangka menengah. (jas)

 

Related News
Recent News
image
Business RSPP dan NalaGenetics Resmikan Klinik Genomik Terintegrasi, Perkuat Layanan Kesehatan Presisi Nasional
by Adrian Jasman2025-12-23 12:48:19

RSPP dan NalaGenetics buka Klinik Genomik terintegrasi untuk layanan kesehatan presisi di Indonesia.

image
Business Susunan Direksi dan Pemegang Saham Lanna Harita, Tambang PKP2B Konsesi di Kukar dan Samarinda
by Adrian Jasman2025-12-22 23:34:34

Susunan direksi dan pemegang saham Lanna Harita, tambang PKP2B batu bara di Kukar dan Samarinda.