Yang Terjadi di Otak Saat Kamu Jatuh Cinta...

ILUSTRASI - Ilustrasi pasangan/ Unsplash

AVNMEDIA.ID -  Kamu jadi susah makan, susah tidur. Perut dan jantungmu berdebar saat orang itu menghubungi atau mengajak bertemu. Semua ini adalah tanda-tanda klasik bahwa kamu sedang jatuh cinta.

Tapi, apa yang sebenarnya terjadi di dalam otak saat kamu mulai merasakan jatuh cinta? Dan bagaimana otak kita berubah seiring waktu dalam hal cinta?

Cinta adalah kebutuhan biologis—sepenting olahraga, air, dan makanan bagi kesejahteraan kita,” kata Dr. Stephanie Cacioppo, ahli saraf dan penulis Wired for Love: A Neuroscientist’s Journey Through Romance, Loss, and the Essence of Human Connection (Macmillan, 2022).

“Dari sudut pandang ilmu saraf, bisa dikatakan bahwa cinta bersemi di dalam otak.”

Dua dekade penelitian menunjukkan bahwa pada fase awal cinta romantis yang intens—jenis cinta yang kita asosiasikan dengan perasaan tergila-gila—bagian primitif dari sistem penghargaan otak, yang berada di bagian tengah otak (midbrain), akan aktif pertama kali, menurut Dr. Lucy Brown, ahli saraf dan profesor neurologi di Einstein College of Medicine, New York.

Brown dan timnya menggunakan teknologi functional magnetic resonance imaging (fMRI) untuk mempelajari 10 perempuan dan 7 laki-laki yang sedang “jatuh cinta” secara intens, berdasarkan skor mereka dalam skala cinta penuh gairah.

Ada 14 kuesioner yang digunakan Brown dan tim penelitinya untuk mengukur aspek kognitif, emosional, dan perilaku cinta romantis.

Mereka yang mendapat skor tinggi dinilai sedang jatuh cinta secara mendalam, bahkan sampai taraf impulsif. Sementara mereka yang mendapat skor rendah cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pasangannya.

Peserta studi ini diminta melihat foto pasangan mereka dan foto seseorang yang mereka kenal baik secara bergantian. Saat melihat foto orang yang dicintai, bagian otak bernama ventral tegmental area (VTA) pada midbrain mengalami aktivitas tinggi. Bagian ini juga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti minum saat haus atau makan saat lapar.

“Itu adalah bagian otak yang mengatur refleks dasar seperti menelan,” jelas Brown.

“Meski cinta romantis sering dianggap sebagai perasaan yang kompleks dan euforia, aktivasi di bagian otak yang sangat mendasar ini menunjukkan bahwa cinta sebenarnya adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan dasar.”

Penelitian fMRI yang dilakukan oleh Cacioppo juga memberikan gambaran lebih dalam mengenai pengaruh cinta terhadap otak. Ia menemukan bahwa 12 area otak bekerja sama untuk melepaskan hormon-hormon seperti dopamin (hormon kebahagiaan), oksitosin (hormon pelukan), dan adrenalin yang memunculkan rasa euforia dan tujuan hidup.

Sirkuit penghargaan di otak—yang mencakup amigdala, hipokampus, dan korteks prefrontal—menyala saat seseorang membicarakan orang yang dicintainya, karena aliran darah meningkat di area tersebut.

Pada saat yang sama, kadar serotonin—hormon penting untuk mengatur nafsu makan dan pikiran cemas—akan menurun. Rendahnya serotonin juga umum terjadi pada orang dengan gangguan kecemasan atau obsesif-kompulsif.

“Inilah sebabnya orang yang baru jatuh cinta bisa sangat terobsesi pada hal-hal kecil, seperti memikirkan isi pesan teks selama berjam-jam,” ujar Cacioppo.

Bagaimana Cinta Jangka Panjang Berbeda di Otak?

Ketika euforia cinta baru mulai mereda dan pasangan menjadi lebih berkomitmen, area aktivasi otak juga berkembang, kata Brown. Dalam studi terhadap pasangan yang baru menikah, Brown menemukan bahwa bagian ganglia basalis—wilayah otak yang mengatur gerakan—ikut aktif saat mereka melihat foto pasangan jangka panjang mereka.

“Ini adalah bagian otak yang sangat berperan dalam menciptakan keterikatan, memungkinkan manusia (dan mamalia lain) tetap bersama meski menghadapi kesulitan,” ujar Brown.

Bahkan pada pasangan yang telah menikah selama lebih dari 20 tahun, banyak yang masih menunjukkan aktivitas otak di area kaya dopamin yang terkait dengan penghargaan dan motivasi, terutama di VTA—mirip dengan temuan pada studi cinta tahap awal.

Dalam sebuah studi tahun 2012 di jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience, responden menunjukkan aktivitas VTA yang lebih besar saat melihat pasangan mereka dibandingkan saat melihat teman dekat atau kenalan akrab. Aktivitas juga terlihat di area otak yang sering dikaitkan dengan ikatan antara ibu dan anak, termasuk area frontal, limbik, dan ganglia basalis.

Cinta jangka panjang juga mengaktifkan area kognitif seperti angular gyrus—bagian otak yang terkait dengan bahasa kompleks—dan sistem neuron cermin, yang membantu kita mengantisipasi tindakan pasangan.

Inilah sebabnya mengapa beberapa pasangan bisa saling menyelesaikan kalimat atau bekerja sama di dapur sempit tanpa bertabrakan, kata Cacioppo.

“Pasangan yang saling mencintai memiliki koneksi sinergis berkat sistem neuron cermin. Karena itulah kita sering bilang beberapa pasangan lebih baik bersama daripada sendiri-sendiri,” jelasnya.

Cinta membuat kita berpikir lebih tajam dan kreatif.”

ILUSTRASI - Ilustrasi pasangan menua bersama/ Unsplash

 

Bisakah Kita Merasakan Keterhubungan Selain dari Cinta Romantis?

Cacioppo menekankan bahwa banyak bentuk cinta yang juga bermanfaat bagi otak.

Sebuah studi tahun 2015 di jurnal Science menemukan bahwa tatapan mata antara anjing dan pemiliknya memberikan efek besar. Pada pasangan yang paling lama saling menatap, kadar oksitosin pada anjing meningkat 130%, sementara pada pemiliknya naik hingga 300%.

Studi lain, termasuk tinjauan tahun 2020 di Social Neuroscience, menunjukkan bahwa interaksi tatap muka dan kontak mata antara ibu dan bayi mengaktifkan sistem penghargaan otak serta meningkatkan volume materi abu-abu pada ibu, demi memperkuat hubungan dan keterikatan ibu-anak.

Bahkan kecintaan terhadap hobi seperti berlari, bersepeda, merajut, atau menikmati alam juga dapat mengaktifkan angular gyrus—wilayah otak yang terlibat dalam bahasa, memori, perhatian, dan pemrosesan spasial, menurut studi di Journal of Cognitive Neuroscience yang dipimpin oleh Cacioppo.

“Meskipun intensitas aktivitas otak bisa berbeda, cinta antara orang tua dan anak, antara manusia dan hewan peliharaan, atau cinta terhadap hobi bisa memberikan rasa keterhubungan yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia,” tutup Cacioppo. (jas) 

Source: American Psychological Association

Related News
Recent News
image
Sex and Relationship Apakah "Break" dalam Hubungan Itu Benar-Benar Membantu?
by Adrian Jasman2025-05-16 22:20:10

Tapi kondisi di mana kalian “nggak benar-benar bareng, tapi juga nggak putus” ini justru bisa bikin segala sesuatunya jadi lebih rumit.

image
Sex and Relationship Pria Jatuh Cinta Lebih Cepat, tapi Wanita Ternyata Begini....
by Adrian Jasman2025-05-15 18:19:13

Riset ini juga menjadi yang pertama yang menggunakan partisipan yang menyatakan dirinya sedang jatuh cinta, bukan hanya berbicara soal cinta secara umum.