Soal Temuan Dewan di Sidak Perusahaan Kontraktor Tambang, Abdul Rohim Ingatkan soal Aturan

Anggota DPRD Samarinda, Abdul Rohim/ avnmedia.id
AVNMEDIA.ID - Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim mengomentari soal temuan dewan dalam inspeksi mendadak yang dilakukan ke perusahaan kontraktor tambang di Samarinda.
Yakni, mengenai reklamasi tambang.
Ia sampaikan bahwa sebenarnya untuk reklamasi tambang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2014.
Dari sana, sudah diatur bahwa rencana reklamasi dan pascatambang harus sesuai dengan prinsip, sistem, dan metode penambangan. Kemudian, dana jaminan reklamasi dapat digunakan sebelum atau bersamaan dengan berlangsungnya penambangan.
Sehingga ia katakan, perusahaan kontraktor tambang sudah harus ikuti sesuai dengan regulasi yang sudah ada.
"Jadi semua sudah ada aturannya," jelasnya.
Perihal temuan Komisi III pada sidak itu, ia sampaikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk langkah lanjutan.
"Kami akan terus koordinasi agar semuanya bisa berjalan sesuai dengan aturan yang ada," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, pada Senin (17/3/2025), inspeksi mendadak (sidak) dilakukan Komisi III ke sejumlah perusahaan tambang di Samarinda.
Sidak itu juga diikuti oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda.
Disampaikan Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, hal ini dilakukan untuk meninjau pelaksanaan reklamasi dan dampak aktivitas pertambangan terhadap lingkungan.
Fokus sidak kali ini tertuju pada dua perusahaan kontraktor tambang yang beroperasi di bawah konsesi PT Lana Harita Indonesia, yakni PT Puspa Juita dan PT Mitra Indah Lestari.
Dari hasi tinjauan, terungkap bahwa bahwa reklamasi di kedua lokasi tersebut belum optimal.
Beberapa temuan utama yang mencuat antara lain tidak adanya sedimen pond (kolam penampungan sedimen) dan sistem resapan air yang memadai.
Kondisi ini ia sebut berpotensi meningkatkan risiko banjir di Samarinda Utara akibat aliran air hujan yang membawa material tambang ke wilayah pemukiman.
“Kami melihat bahwa reklamasi di lokasi tambang ini belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tidak adanya sedimen pond menyebabkan material tambang mudah terbawa arus air, yang akhirnya mencemari sungai dan berpotensi memperparah banjir,” ujar Deni.
Ia juga menyoroti minimnya sistem resapan air yang seharusnya menjadi bagian penting dari reklamasi tambang.
“Reklamasi tidak hanya tentang menanam kembali tanaman, tetapi juga memastikan keseimbangan ekosistem dan mencegah dampak buruk bagi warga sekitar,” tambahnya. (adv)