Mengenal Apa Itu Lavender Marriage? Sembunyikan Orientasi Seksual di Balik Ikatan Pernikahan, Ketahui Sejarahnya

Kolase Foto Ilustrasi Pernikahan (Foto: AVNMEDIA.ID)
AVNMEDIA.ID - Pernahkah kamu mendengar istilah lavender marriage? Lavender marriage adalah pernikahan antara seorang pria dan wanita di mana salah satu di antaranya mungkin memiliki orientasi homoseksual atau biseksual, namun pernikahan tersebut tidak dibangun atas dasar cinta.
Umumnya, lavender marriage terjadi sebagai cara untuk menyembunyikan orientasi seksual karena adanya tekanan sosial dan kurangnya penerimaan dari masyarakat.
Istilah 'lavender' sendiri menggambarkan warna yang mencakup spektrum LGBTQ+.
Meskipun pernikahan seperti ini seringkali muncul akibat rendahnya penerimaan terhadap komunitas LGBTQ+, alasan pribadi dan sosial tetap menjadi pendorong adanya pernikahan semacam ini.
Berikut ini adalah beberapa fakta penting mengenai lavender marriage.
Konsep lavender marriage bermula pada abad ke-20, terutama sebelum Perang Dunia II, ketika pandangan masyarakat terhadap homoseksualitas dan komunitas LGBTQ+ membuat sulit bagi seseorang dengan orientasi seksual yang berbeda untuk bersikap terbuka dan diterima.

Awalnya, istilah ini digunakan untuk menggambarkan pasangan pernikahan antara aktor dan aktris Hollywood yang terpaksa menyembunyikan orientasi seksual mereka.
Demi menjaga karier publik mereka, banyak selebritas yang terlibat dalam lavender marriage tanpa adanya cinta, sebagai cara untuk melindungi diri dari penilaian dan kebencian masyarakat.
Menjelang akhir abad ke-20, komunitas LGBTQ+ mengalami perubahan besar yang dipicu oleh Kerusuhan Stonewall pada tahun 1969, yang menjadi simbol perlawanan dan tuntutan hak-hak serta penghormatan terhadap komunitas queer di Amerika Serikat.
Lambat laun, seiring dengan peningkatan penerimaan terhadap hubungan sesama jenis, lavender marriage mulai jarang terjadi.
Namun, di beberapa negara, terutama di Asia Selatan dan negara-negara Asia lainnya, hubungan sesama jenis masih tetap ditolak dan tidak diterima secara sosial.
Ada beberapa alasan mengapa lavender marriage sering kali dilakukan, biasanya karena keterpaksaan.
Berdasarkan berbagai sumber, berikut adalah beberapa alasan utama di balik fenomena ini:

Menurut Waddle, salah satu alasan di balik lavender marriage adalah keinginan untuk menyembunyikan orientasi seksual, alih-alih mengungkapkannya secara terbuka.
Dalam sebuah wawancara, seorang perempuan mengungkapkan bagaimana dia menyembunyikan biseksualitasnya dari keluarganya.
"Perbandingan yang terus-menerus dengan harapan ideal orang tua tentang diriku, ditambah rasa malu karena tak bisa memenuhi standar 'normal', membuat hidupku terasa sangat sulit," ujar Anjana, seorang perempuan biseksual berusia 23 tahun dari India, seperti yang dikutip oleh Waddle.
Lavender marriage juga berfungsi sebagai perisai, memberikan perlindungan bagi individu LGBTQ+ agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan ekspektasi masyarakat.
Dalam penelitian berjudul Prejudice, Social Stress, and Mental Health in Lesbian, Gay, and Bisexual Populations: Conceptual Issues and Research Evidence yang dilakukan oleh Ilan H. Meyer, disebutkan bahwa individu LGBTQ+ sering kali menghadapi tekanan sosial yang berat, prasangka, permusuhan, dan tantangan lain yang dapat memperburuk kesehatan mental mereka.
Oleh karena itu, lavender marriage sering menjadi pilihan, terutama di lingkungan yang konservatif atau di tempat yang masih memandang negatif komunitas LGBTQ+.
Alasan lain di balik lavender marriage adalah kepercayaan bahwa menikahi seseorang dari lawan jenis bisa mengubah orientasi seksual.

Dikutip dari BBC, seorang pria homoseksual mengungkapkan bahwa ayahnya memaksanya untuk menikahi seorang perempuan agar dia bisa kembali dianggap "normal".
"Aku berasal dari keluarga Sikh, dan dalam budaya kami, generasi yang lebih tua tidak menerima homoseksualitas," ungkapnya.
"Ayahku memaksa untuk menikahi seorang perempuan karena dia percaya bahwa pernikahan itu bisa 'menyembuhkan' orientasi seksualku," ucapnya lebih lanjut.
Akibatnya, ia merasakan beban emosional yang sangat berat dan memilukan karena tidak ingin memalukan keluarga dengan identitasnya sebagai seorang homoseksual.
Lavender marriage mencerminkan perjuangan individu yang terjebak antara identitas diri dan ekspektasi sosial.
Meskipun penerimaan terhadap komunitas LGBTQ+ semakin berkembang, di beberapa tempat pernikahan semacam ini masih menjadi cara untuk menyembunyikan orientasi seksual. (shi)