Krisis Guru Masih Bayangi Samarinda, DPRD Minta Pemerataan hingga Wilayah Pinggiran

DPRD SAMARINDA - Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi (Foto: IST)
AVNMEDIA.ID - Kekurangan tenaga pendidik kembali menjadi sorotan tajam di Kota Samarinda.
Masalah ini kian kompleks lantaran kebijakan moratorium rekrutmen tenaga honorer dari pemerintah pusat masih diberlakukan, membuat upaya pemenuhan guru di berbagai sekolah, terutama di kawasan pinggiran, terhambat signifikan.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, menyampaikan bahwa kebutuhan guru terus meningkat setiap tahunnya, seiring banyaknya guru yang memasuki masa pensiun.
Namun, formasi yang tersedia melalui jalur PPPK belum cukup untuk menutup kekosongan tersebut, sementara penambahan tenaga honorer pun tidak memungkinkan karena terbentur aturan nasional.
“Setiap tahun guru yang pensiun bertambah, tapi penggantinya belum sebanding. Sementara untuk merekrut honorer juga sulit karena masih dibatasi regulasi,” ujar Ismail, Selasa (24/06/2025).
Ia menyoroti dampak jangka panjang dari kekosongan guru, terutama bagi sekolah-sekolah yang berada di kawasan pinggiran kota.
Menurutnya, jika dibiarkan, ketimpangan akses pendidikan akan makin melebar dan menciptakan kesenjangan antara pusat dan daerah.
“Ini menjadi PR besar, apalagi di wilayah pinggiran yang selama ini sering luput dari perhatian,” tambahnya.
Ismail juga mengingatkan pentingnya pemerataan pembangunan pendidikan, tidak hanya terfokus di pusat kota.
Komisi IV telah berulang kali mendorong Wali Kota Samarinda agar peningkatan kualitas guru dan fasilitas sekolah turut menyentuh wilayah-wilayah luar pusat kota.
“Jangan sampai pembangunan hanya berputar di pusat kota. Sekolah-sekolah di pinggiran juga butuh guru berkualitas dan sarana yang memadai,” tegasnya.
Ia menilai bahwa ketimpangan mutu pendidikan masih sangat terasa, dan salah satu solusinya adalah penerapan sistem zonasi secara konsisten.
Jika zonasi dijalankan dengan baik, kata Ismail, maka tidak ada alasan bagi warga di pinggiran untuk memindahkan anak ke sekolah di kota hanya karena dianggap lebih unggul.
“Kalau sistem zonasi benar-benar ditegakkan, masyarakat di pinggiran kota pun bisa menikmati pendidikan berkualitas tanpa harus memindahkan anak ke sekolah yang jauh,” jelasnya.
Ismail menutup dengan menegaskan bahwa tantangan pemerataan pendidikan ini adalah tanggung jawab bersama, terutama bagi Pemkot Samarinda.
Mulai dari penyediaan guru yang cukup, peningkatan kompetensi tenaga pendidik, hingga pembangunan infrastruktur pendidikan, semuanya harus berjalan merata demi memastikan hak pendidikan yang setara bagi seluruh warga kota.
“Pemerintah kota harus hadir secara nyata. Tidak boleh ada kesenjangan, baik dari segi kualitas guru, sarana, maupun akses pendidikan,” pungkasnya. (adv)