Kemendagri Targetkan Penyelesaian Batas Desa untuk Wilayah Antar Kecamatan Bisa Tuntas dalam Enam Bulan

Sri Wahyuni Febrianti Firman, selaku Fasilitasi Penataan Wilayah Desa Ditjen Bina Pemdes Kemendagri RI (Foto: DPMPD Kaltim)
AVNMEDIA.ID - Dalam upaya mempercepat penyelesaian batas desa di Indonesia, Sri Wahyuni Febrianti Firman, selaku Fasilitasi Penataan Wilayah Desa Ditjen Bina Pemdes Kemendagri RI, menyoroti strategi penting untuk menangani perselisihan batas wilayah antar desa.
Sri Wahyuni menegaskan bahwa penyelesaian perselisihan batas desa adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk menciptakan tata kelola wilayah yang tertib.
“Batas desa yang jelas akan meminimalkan konflik horizontal, sekaligus mendukung pelaksanaan pembangunan desa yang lebih efektif,” ujar wanita yang biasa disapa juga dengan Ayu Firman pada rapat Koordinasi Teknis dan Focus Group Discussion (FGD) bertema Arah Kebijakan, Isu Strategis, dan Langkah Percepatan Dalam Penyelesaian Batas Desa beberapa hari lalu.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah mekanisme penyelesaian perselisihan batas desa antar desa dalam satu wilayah kecamatan.
Perselisihan semacam ini harus diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat yang difasilitasi oleh camat. Hasil dari musyawarah ini wajib dituangkan dalam berita acara sebagai dokumen resmi untuk menjamin legalitasnya.
Sementara itu, untuk perselisihan batas desa antar kecamatan tetapi masih berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, musyawarah dan mufakat dilakukan dengan fasilitasi oleh bupati atau wali kota.
Proses ini juga diwajibkan untuk dituangkan dalam berita acara sebagai dasar pengambilan keputusan lebih lanjut.
Kemendagri menetapkan bahwa setiap perselisihan batas desa harus diselesaikan dalam jangka waktu maksimal enam bulan.
Ketentuan ini bertujuan agar penyelesaian tidak berlarut-larut dan memberikan kepastian hukum bagi pemerintah desa dan masyarakat setempat.
Dalam hal musyawarah mufakat tercapai, hasilnya akan ditetapkan melalui Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Wali Kota (Perwal).
Regulasi ini menjadi landasan hukum yang mengikat, sehingga penyelesaian batas desa dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.
Ayu Firman menjelaskan, jika mekanisme penyelesaian perselisihan batas desa antar kabupaten/kota dalam satu provinsi atau antarprovinsi.
Dalam situasi ini, penyelesaian harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur batas wilayah daerah karena membawa dampak besar bagi masyarakat.
Hal ini mencakup prosedur teknis dan administratif yang harus dipatuhi oleh pemerintah daerah terkait.
“Koordinasi lintas tingkat pemerintahan sangat penting untuk memastikan keputusan yang diambil bersifat adil dan sesuai dengan hukum,” jelasnya.
Penyelesaian semacam ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah provinsi, tim teknis kabupaten/kota, serta masyarakat desa.
Selain mencegah konflik, batas desa yang definitif juga mempermudah pengelolaan sumber daya, pelaksanaan program pembangunan, serta penarikan investasi di wilayah pedesaan.
Dalam kegiatan FGD tersebut, semua pihak sepakat bahwa keberhasilan penyelesaian batas desa membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
“Kita tidak hanya berbicara tentang administrasi wilayah, tetapi juga masa depan desa yang lebih tertata dan sejahtera,” tuturnya.
Melalui langkah-langkah strategis yang disepakati dalam FGD ini, diharapkan seluruh perselisihan batas desa di Indonesia dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.
Dengan demikian, setiap desa dapat menjalankan fungsinya secara optimal dalam mendukung pembangunan daerah dan nasional.
“Penyelesaian batas desa adalah fondasi utama dalam mewujudkan pemerintahan desa yang efektif dan pembangunan yang berkelanjutan,” pungkasnya. (adv)