Data Debt dan AI: Insight Accenture untuk Operator Telekomunikasi APAC
66% karyawan menghabiskan lebih banyak waktu bersihkan data
ILUSTRASI ARTIFICIAL INTELLIGENCE - Menurut laporan terbaru Accenture, data yang tersebar, terfragmentasi, dan tidak konsisten membuat perusahaan kesulitan mengambil keputusan strategis dan memaksimalkan potensi AI/ Foto: Pexels
AVNMEDIA.ID - Operator telekomunikasi di kawasan Asia Pasifik (APAC) menghadapi tantangan serius dalam memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) karena masalah “data debt”.
Menurut laporan terbaru Accenture, data yang tersebar, terfragmentasi, dan tidak konsisten membuat perusahaan kesulitan mengambil keputusan strategis dan memaksimalkan potensi AI.
Tantangan Data Debt di Industri Telekomunikasi
Laporan Cracking the Code on Data Debt dari Accenture menyoroti fakta bahwa 71% eksekutif telekomunikasi di APAC mengaku minimnya visibilitas menyeluruh terhadap jaringan dan portofolio mereka memperlambat pengambilan keputusan.
Selain itu, 66% karyawan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membersihkan data daripada menganalisisnya, sementara hanya 2% operator yang memiliki strategi data terpadu lintas fungsi.
“Data debt menjadi penghambat inovasi. Data yang tidak konsisten membuat operator sulit mengoptimalkan AI untuk pengalaman pelanggan dan efisiensi operasional,” kata Vivek Luthra, Senior Managing Director, Data and AI Lead, APAC & South East Asia Business di Accenture, dalam keterangan pers diterima redaksi Avnmedia.id Rabu kemarin.
Pemanfaatan AI: Masih Minim Hasil Nyata
Laporan lain Accenture, The Front Runner’s Guide to Scaling AI, menunjukkan bahwa baru 21% operator telekomunikasi di APAC yang berhasil memperoleh hasil nyata dari investasi AI. Operator yang lebih maju biasanya:
- Menempatkan investasi jangka panjang pada proses inti rantai nilai telekomunikasi
- Memperbarui fondasi teknologi
- Membangun landasan data siap AI
- Mengembangkan tenaga kerja dengan keterampilan digital baru



