Bahasa Gaul hingga Makian Marak di Ruang Publik, SUMBU TENGAH Soroti Perubahan Bahasa Indonesia
Padahal, Bahasa Indonesia telah diajarkan secara formal
.webp)
ACARA - Acara ini menghadirkan tujuh narasumber, termasuk jurnalis, duta bahasa, penulis, hingga seniman/ Ho to avnmedia.id
AVNMEDIA.ID - Forum SUMBU TENGAH Edisi 3 yang digelar di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur menyoroti maraknya penggunaan bahasa gaul hingga makian di ruang publik, terutama di kalangan generasi muda.
Padahal, Bahasa Indonesia telah diajarkan secara formal sejak SD hingga perguruan tinggi.
Acara ini menghadirkan tujuh narasumber, termasuk jurnalis, duta bahasa, penulis, hingga seniman.
Mereka membedah dinamika bahasa Indonesia di tengah arus digital dan budaya populer yang berkembang di kalangan Gen Z dan Gen Alfa.
Bahasa Makian di Dunia Digital Jadi Sorotan
Felanans Mustari, peraih medali emas cabang esport Porwanas XIV 2024 dan Pemimpin Redaksi Kaltimkece.id, menyoroti maraknya umpatan di dunia game online.
Ia menyebut banyak remaja dan pemuda menggunakan bahasa kasar dalam komunikasi digital.
“Bahasa para pemain game online itu penuh umpatan seisi kebun binatang. Ini jadi entitas besar yang melibatkan banyak anak muda,” ujar Felanans.
Ia juga membandingkan dengan Jepang, di mana bahasa nasional mereka hanya diuji kepada penutur asing.
Sementara di Indonesia, warga negara sendiri harus menjalani UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia).
Diksi Baru dan Bahasa Gaul Bersaing dengan KBBI
Founder SUMBU TENGAH, Rusdianto, mengangkat fenomena munculnya diksi-diksi baru yang menggantikan padanan resmi KBBI.
Ia memberi contoh kata “galgah” yang populer di TikTok sebagai lawan kata “haus”, menggeser padanan baku “palum”.
Muhammad Tirta Artesian, Duta Baca Kaltimtara 2025, menambahkan bahwa penerimaan publik terhadap diksi baru tidak selalu konsisten.
Contohnya, kata “tagar” yang diciptakan sebagai padanan “hashtag” cukup diterima. Namun, istilah seperti “tetikus” untuk menggantikan “mouse” belum banyak digunakan.
Tantangan Berbahasa di Lingkungan Sosial Anak Muda
Jacinta Maharani Mulawarman, Duta Bahasa Kaltimtara, mengungkap bahwa penggunaan bahasa baku di lingkungan sosial justru kadang menjadi bahan olokan.
“Saya kadang diejek kalau pakai bahasa Indonesia yang baku di tongkrongan. Tapi saya teruskan saja, supaya mereka juga tahu bentuk bahasa yang benar,” ujar Jacinta.
Di sisi lain, Muhammad Sarip, sejarawan publik, menyoroti tantangan berbahasa dalam karya tulis.
Buku-buku sejarah karyanya yang dulu dinilai sulit dipahami oleh anak muda karena pilihan diksi yang terlalu baku.
“Makanya di buku terakhir saya, saya ajak teman muda untuk bantu menyesuaikan gaya bahasa agar lebih relevan di kalangan Gen Z,” ujar Sarip.
Bahasa Indonesia di Kelas Sering Butuh Bantuan Bahasa Gaul
Alma Fadilla Putri, guru SD Negeri di Samarinda, membagikan pengalamannya mengajar Bahasa Indonesia di kelas 2.
Ketika ia menjelaskan kata “sahabat”, siswa terlihat bingung. Namun saat ia menggantinya dengan “bestie”, anak-anak langsung memahami.
Pengalaman ini dibenarkan oleh Celine Huang, Duta Baca Remaja Samarinda.
“Memang cara penyampaian harus disesuaikan dengan generasi sekarang,” ujar Celine.
Namun Sarip mengingatkan adanya dilema. Di satu sisi, guru perlu menyesuaikan cara komunikasi, tapi di sisi lain mereka terikat regulasi pemerintah terkait etika dan silabus berbahasa.
Ventrilokuis hingga Sejarah Bahasa Dibahas Tuntas
Cinzy Grace, ventrilokuis yang tampil dengan boneka Cinoy, membawakan dongeng Pesut Mahakam dan turut merespons isu bahasa dalam forum.
Ia menjelaskan seni berbicara dengan suara perut sebagai media komunikasi yang menarik.
Sementara itu, Muhammad Sarip mengingatkan bahwa bahasa bersifat dinamis. Bahkan bahasa Sanskerta pernah dipakai di Kalimantan Timur pada masa lampau, namun kini nyaris punah.
“Bahasa itu satu dari tujuh unsur kebudayaan yang menopang peradaban manusia,” jelas Sarip.
Bahasa Indonesia Resmi Jadi Bahasa Konferensi UNESCO
Kepala Balai Bahasa Kaltim, Asep Juanda, menyampaikan bahwa Bahasa Indonesia kini telah diakui sebagai bahasa resmi dalam Konferensi Umum UNESCO sejak 2023.
Menurutnya, penggunaan bahasa layaknya berpakaian: harus sesuai tempat dan konteks.
Forum ini ditutup dengan pembagian zine (buletin cetak) SUMBU TENGAH kepada seluruh peserta yang hadir.
SUMBU TENGAH sendiri merupakan akronim dari Solidaritas Usaha Membina Budaya Ucap, Tulis, Ekspresi, Nalar, Gagasan, Ajaran, dan Hikmah. (jas)