Anggaran Pendidikan Rp317 Miliar, DPRD Soroti Ketimpangan untuk Wilayah Pinggiran Samarinda

DPRD SAMARINDA - Anggota DPRD Kota Samarinda, Anhar (Foto: IST)
AVNMEDIA.ID - Dalam rapat bersama Dinas Pendidikan Kota Samarinda yang digelar belum lama ini, terungkap bahwa anggaran pembangunan fisik untuk sektor pendidikan tahun 2025 mencapai angka fantastis, yakni Rp317 miliar.
Namun di balik angka besar itu, tersimpan ketimpangan distribusi yang menuai kritik tajam.
Mayoritas anggaran tersebut difokuskan untuk pembangunan dan renovasi sekolah-sekolah di kawasan pusat kota.
Sementara itu, daerah-daerah pinggiran seperti Kecamatan Palaran justru hanya menerima alokasi sekitar Rp10 miliar, jumlah yang menurut Dinas Pendidikan hanya cukup untuk membangun satu SD dan satu SMP.
Kondisi ini langsung disorot oleh Anggota DPRD Kota Samarinda, Anhar.
Ia menyatakan kekecewaannya terhadap ketimpangan alokasi anggaran, yang menurutnya menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan masih jauh dari harapan.
“Bayangkan, wilayah seluas Palaran cuma dikasih Rp10 miliar. Itu pun hanya cukup bangun dua sekolah. Sementara pusat kota, dapat puluhan miliar. Ini ketimpangan yang nyata,” ujar Anhar, Selasa (24/6/2025).
Ia menyoroti perbandingan mencolok antara sekolah di pusat kota dan sekolah di pinggiran.
Misalnya, SMP 16 di pusat kota menerima anggaran besar untuk renovasi, sedangkan SMP 50 di Palaran masih beroperasi di gedung tua dengan fasilitas serba terbatas.
“Bukan hanya bangunannya yang tidak layak, tapi juga dari sisi keamanan dan kenyamanan, sekolah-sekolah di Palaran tertinggal jauh,” tegasnya.
Anhar menilai ketimpangan ini turut menjadi penyebab persoalan tahunan seperti kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Ketika kualitas sekolah hanya terkonsentrasi di pusat kota, orang tua dari daerah pinggiran merasa harus mencari segala cara agar anaknya bisa masuk ke sekolah yang dianggap unggulan.
“Kalau sekolah di sekitar rumah bagus, mana ada orang tua yang mau repot-repot cari celah? Ini bukan soal nakal atau tidak, tapi karena akses pendidikan belum merata,” jelasnya.
Ia pun mengkritik pendekatan pemerintah yang selama ini hanya fokus pada regulasi zonasi dan kuota, tanpa menyentuh akar persoalan: minimnya pemerataan kualitas infrastruktur pendidikan.
“Kalau sampai ada yang menyuap supaya anaknya bisa masuk sekolah favorit, itu bukan karena mereka jahat. Tapi karena sistem kita belum adil,” ujar Anhar lantang.
Sebagai solusi, ia mendesak Dinas Pendidikan dan Pemkot Samarinda untuk menyusun kebijakan anggaran yang benar-benar berbasis kebutuhan tiap wilayah, bukan berdasarkan reputasi sekolah semata.
“Pendidikan bukan hak eksklusif anak-anak yang tinggal di pusat kota. Mereka yang tinggal di pinggiran juga pantas dapat sekolah yang layak, fasilitas yang setara, dan lingkungan belajar yang aman. Ini bukan soal nominal anggaran, tapi soal keadilan,” tutupnya. (adv)