Ramalan Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Cuma Tumbuh 4,7 % di 2025

ILUSTRASI - Bank Dunia prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tak sampai 5 persen di 2025 dan 2026/ Unsplash
AVNMEDIA.ID - Bank Dunia merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, di tengah tekanan global akibat memanasnya perang dagang dan ketidakpastian kebijakan internasional.
Dalam laporan Global Economic Prospects (GEP) edisi Juni 2025, diperkirakan bahwa ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 4,7% pada 2025 dan sedikit meningkat menjadi 4,8% pada 2026.
Angka ini menandai penurunan tajam dari proyeksi sebelumnya yang dirilis Januari lalu, di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi berada di kisaran 5,1% untuk kedua tahun tersebut.
Bank Dunia menilai, Indonesia kemungkinan baru bisa kembali mencatat pertumbuhan 5% pada 2027, angka yang masih lebih rendah dibanding realisasi pertumbuhan pada 2022 yang mencapai 5,3%.
Tekanan ekonomi global menjadi alasan utama koreksi ini. Bank Dunia menyebut, ketegangan dagang—terutama akibat kebijakan tarif tinggi—serta ketidakpastian arah kebijakan di berbagai negara, turut menekan hampir 70% perekonomian negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
“Ketegangan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan diperkirakan akan menekan pertumbuhan global tahun ini ke level paling lambat sejak 2008, di luar masa resesi global,” tulis Bank Dunia dalam siaran persnya, Rabu (11/6/2025).
Secara global, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya akan mencapai 2,3% pada 2025 dan 2,4% pada 2026. Angka ini lebih rendah dari proyeksi GEP edisi Januari 2025 yang masing-masing mematok 2,7% untuk kedua tahun tersebut. Sebagai perbandingan, pada 2022 ekonomi global tumbuh 3,3%, dan sempat menurun ke 2,8% pada 2023–2024.
Meski begitu, Bank Dunia menyatakan tidak melihat risiko resesi global dalam waktu dekat. Namun, jika tren perlambatan ini berlanjut, maka periode tujuh tahun pertama di dekade 2020-an akan menjadi era pertumbuhan global paling lemah sejak 1960-an.
Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, menyoroti bahwa negara-negara berkembang—terutama di luar kawasan Asia—akan paling terdampak oleh perlambatan ini. Menurutnya, tingkat pertumbuhan negara berkembang terus menurun dalam tiga dekade terakhir: dari rata-rata 6% di era 2000-an, menjadi 5% di dekade 2010-an, dan kini berada di bawah 4% di tahun-tahun terakhir.
Penurunan ini juga sejalan dengan merosotnya perdagangan global dan investasi, sementara tingkat utang publik justru terus naik ke rekor tertinggi. “Di luar Asia, negara-negara berkembang kini seperti zona tanpa pembangunan,” ungkap Gill.
Ia menambahkan, perlambatan ini akan menyulitkan negara berkembang untuk membuka lapangan kerja, menurunkan angka kemiskinan ekstrem, dan mengejar ketertinggalan pendapatan dibanding negara maju.
Untuk menghindari skenario tersebut, Bank Dunia menyarankan agar negara-negara besar segera meredakan ketegangan dagang guna mengurangi ketidakpastian dan gejolak finansial. Jika konflik perdagangan global bisa diselesaikan melalui kesepakatan yang memangkas tarif hingga separuh dari tingkat per Mei 2025, maka pertumbuhan ekonomi dunia berpotensi meningkat sebesar 0,2 poin persentase pada 2025 dan 2026. (jas)