Profil Massive Attack, Band Asal Bristol Inggris yang Kampanyekan Tolak Israel di Gerakan No Music for Genocide

Massive Attack dibentuk di Bristol

BAND - Band Massive Attack. Massive Attack menjadi salah satu band internasional yang bergabung dalam kampanye No Music for Genocide, tolak Israel/ NME

AVNMEDIA.ID -  Nama band Massive Attack mungkin tak asing bagi pencinta musik elektronik dan trip-hop.

Band asal Bristol, Inggris, ini dikenal sebagai salah satu pionir genre tersebut.

Namun, di balik musiknya yang atmosferik dan penuh pesan sosial, Massive Attack juga dikenal sebagai kelompok yang vokal menyuarakan isu kemanusiaan, termasuk dalam kampanye No Music for Genocide.

Awal Mula dan Gaya Musik

Massive Attack dibentuk di Bristol pada tahun 1988 oleh Robert “3D” Del Naja, Grant “Daddy G” Marshall, Adrian “Tricky” Thaws, dan Andrew “Mushroom” Vowles.

Mereka lahir dari komunitas seniman dan musisi kota pelabuhan Inggris itu yang dikenal dengan kultur multikultural dan eksperimental.

Debut album mereka, Blue Lines (1991), sering disebut sebagai karya yang melahirkan genre trip-hop.

Album ini memadukan elemen hip-hop, dub, soul, dan elektronik menjadi komposisi yang gelap, lambat, dan penuh nuansa emosional.

Lagu seperti Unfinished Sympathy bahkan disebut sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam sejarah musik Inggris.

Ciri khas Massive Attack terletak pada kolaborasi mereka dengan banyak vokalis tamu dan pendekatan “kolektif” dalam bermusik. Mereka tak hanya menciptakan lagu, tapi juga suasana — mengajak pendengar masuk ke ruang refleksi sosial, politik, dan spiritual.

 

 

Sikap Politik dan Aktivisme Sosial

Tak berhenti di dunia musik, Massive Attack juga dikenal karena sikap politik mereka yang progresif dan kritis.

Robert Del Naja, yang juga dikenal sebagai seniman grafiti dan aktivis, sering menggunakan panggung musik sebagai ruang untuk berbicara soal krisis iklim, kesenjangan sosial, hingga konflik kemanusiaan.

Robert Del Naja merupakan salah satu penggagas terbentuknya Massive Attack

Pada tahun 2025, Massive Attack menjadi salah satu band internasional yang bergabung dalam kampanye No Music for Genocide.

Gerakan ini merupakan bentuk boikot budaya terhadap Israel sebagai protes atas agresi militer di Gaza.

Dalam pernyataannya, Massive Attack meminta agar musik mereka dihapus dari platform streaming di Israel, bahkan berencana menarik lagu mereka sepenuhnya dari Spotify di seluruh wilayah.

Langkah itu mereka ambil sebagai bentuk solidaritas terhadap warga sipil Palestina yang menjadi korban konflik.

“Kami tidak ingin karya kami mendanai kekerasan atau menjadi bagian dari mesin perang,” ujar mereka dalam salah satu pernyataannya, dikutip dari NME.

Musik Sebagai Bentuk Perlawanan

Keputusan Massive Attack bergabung dengan No Music for Genocide bukan yang pertama kalinya mereka mengambil posisi politik.

Selama tiga dekade lebih, band ini konsisten menggunakan musik sebagai media kritik sosial. Dalam setiap tur, mereka kerap menampilkan visual anti-perang, pesan lingkungan, hingga statistik pengungsi global di layar panggung.

Dengan warisan musikal dan moral yang kuat, Massive Attack bukan sekadar band trip-hop.

Mereka adalah simbol perlawanan kultural — bahwa musik tak hanya untuk menghibur, tapi juga untuk menyuarakan kebenaran. (jas)

 

Related News
Recent News
image
Music Profil Fontaines D.C. Band Irlandia Suarakan Tolak Israel! Pernah Menang di Rolling Stone UK Awards 2024
by Adrian Jasman2025-10-22 09:10:00

Fontaines D.C., band Irlandia post-punk, suarakan tolak Israel dan menangi Rolling Stone 2024.

image
Music Kontroversi Nominasi Best New Group di Mama 2025, Allday Project Jadi Sorotan
by Nayara Faiza2025-10-20 19:36:17

Nominasi Best New Group MAMA 2025 menuai kontroversi, ALLDAY PROJECT menjadi sorotan penggemar