10 Band Ngetop Tolak Israel di Kampanye No Music for Genocide

Gerakan Musisi Dunia Boikot Israel Lewat Musik

Lebih dari 400 musisi dan label meluncurkan boikot budaya melawan apartheid, penjajahan, dan genosida terhadap rakyat Palestina/ X @officialnmfg

AVNMEDIA.ID -  Gelombang protes global terhadap agresi Israel di Gaza kini merambah industri musik.

Ratusan musisi dan label internasional bergabung dalam No Music for Genocide, sebuah kampanye yang meminta agar karya mereka diblokir dari platform streaming di Israel.

Kampanye ini diluncurkan pertengahan September 2025, dengan lebih dari 400 artis ikut serta.

Di antaranya terdapat 10 band dan musisi populer yang sudah dikenal luas di dunia internasional.

10 Band Ngetop Tolak Israel di Kampanye No Music for Genocide

1. Massive Attack

Massive Attack, pionir trip-hop asal Bristol, Inggris, menjadi salah satu band paling vokal dalam gerakan No Music for Genocide.

Mereka sejak lama dikenal sebagai musisi dengan sikap politik yang kuat, termasuk soal isu perang, lingkungan, dan hak asasi manusia.

Dalam kampanye terbaru ini, Massive Attack menegaskan bahwa musik mereka tidak boleh digunakan sebagai alat legitimasi politik bagi negara yang dituding melakukan kejahatan kemanusiaan.

Langkah yang mereka ambil cukup radikal dibanding artis lain. Jika sebagian besar musisi hanya meminta karyanya diblokir di Israel, Massive Attack mengumumkan niat untuk menarik seluruh katalog musik mereka dari Spotify.

Alasan mereka, Spotify dianggap memiliki keterkaitan dengan investasi yang mendukung kepentingan Israel di Gaza.

Sikap berani ini mendapat sorotan luas di media internasional.

Banyak pihak menilai Massive Attack menjadi simbol bahwa musik bisa berdiri sejajar dengan gerakan sosial.

Keputusan tersebut sekaligus mengingatkan publik bahwa seni bukan hanya soal hiburan, melainkan juga sarana perlawanan.

Dukungan penggemar terhadap langkah mereka cukup kuat, terutama dari komunitas pro-Palestina.

Dengan basis pendengar global, aksi boikot Massive Attack mempertegas pesan bahwa dunia musik dapat mengambil peran penting dalam menekan isu-isu geopolitik.

2. Fontaines D.C.

Fontaines D.C., band rock asal Dublin, Irlandia, masuk dalam daftar musisi papan atas yang bergabung di kampanye No Music for Genocide. M

ereka dikenal dengan lirik-lirik yang puitis dan kritis terhadap kondisi sosial, sehingga sikap politik mereka tidak terlalu mengejutkan.

Dalam pernyataannya, Fontaines D.C. menegaskan bahwa musik tidak boleh dipisahkan dari isu kemanusiaan.

Mereka menolak karya mereka diputar di Israel karena merasa hal itu berpotensi menjadi bentuk pencitraan bagi rezim yang tengah menghadapi tuduhan pelanggaran HAM serius.

3. Primal Scream

Primal Scream, salah satu ikon rock alternatif asal Inggris, sudah dikenal sejak era 1980-an sebagai band dengan semangat pemberontakan.

Bergabungnya mereka dalam kampanye No Music for Genocide semakin menegaskan reputasi tersebut.

Band ini menyatakan bahwa musik dan budaya tidak bisa berdiri netral dalam menghadapi isu ketidakadilan.

Mereka menilai tampil atau memperbolehkan musik mereka diputar di Israel sama saja dengan berkontribusi pada praktik “normalisasi” yang berbahaya.

Primal Scream menyebut, boikot adalah tindakan simbolis namun penting untuk menunjukkan keberpihakan.

Menurut mereka, seniman tidak hanya punya hak berekspresi, tetapi juga tanggung jawab etis dalam menentukan di mana karya mereka diperdengarkan.

4. Rina Sawayama

Rina Sawayama, penyanyi pop asal Jepang-Inggris yang kariernya tengah menanjak, juga tercatat dalam daftar artis yang menolak Israel.

Ia dikenal dengan musik yang memadukan pop futuristik, rock, hingga elektronik, sekaligus lirik-lirik yang sarat pesan personal dan politik.

Dalam keterlibatannya di kampanye No Music for Genocide, Rina menegaskan bahwa sebagai artis Asia yang menembus panggung internasional, ia merasa punya kewajiban untuk berbicara tentang isu global.

Baginya, boikot adalah bentuk solidaritas nyata terhadap rakyat Palestina.

Langkah Rina dianggap penting karena ia mewakili generasi musisi muda yang tengah naik daun.

Dengan pengaruh besar di kalangan anak muda, pesan yang ia bawa lebih cepat menyebar melalui media sosial dan komunitas musik pop.

5. Japanese Breakfast

Japanese Breakfast, band indie pop asal Amerika Serikat yang digawangi Michelle Zauner, ikut serta dalam kampanye boikot musik di Israel.

Band ini dikenal dengan musiknya yang lembut namun emosional, serta sering menyuarakan isu identitas dan pengalaman imigran Asia.

Keputusan mereka bergabung dalam kampanye ini menegaskan komitmen bahwa seni tidak bisa dipisahkan dari konteks politik global.

Michelle Zauner secara terbuka menyatakan dukungan pada Palestina, dan menyebut bahwa memblokir musik di Israel adalah langkah kecil dengan dampak besar.

Partisipasi Japanese Breakfast mendapat perhatian karena mereka populer di kalangan generasi muda, terutama di komunitas indie.

 

6. Arca

Arca, musisi elektronik asal Venezuela yang dikenal dengan karya eksperimentalnya, juga bergabung dalam No Music for Genocide.

Arca adalah nama besar di dunia musik elektronik, dengan kolaborasi bersama artis seperti FKA Twigs, Björk, dan Kanye West.

Arca menyebut bahwa musik adalah medium politik sekaligus personal. Dalam keterlibatannya, ia menegaskan pentingnya solidaritas dengan rakyat Palestina yang kehilangan suara dalam arus global.

Sikap Arca sangat berpengaruh, karena ia adalah figur penting di komunitas LGBTQ+ global.

Dukungan Arca menunjukkan bahwa isu Palestina bukan hanya tentang politik dan perang, tetapi juga tentang hak-hak dasar manusia yang universal.

7. King Krule

King Krule, penyanyi dan penulis lagu asal Inggris, dikenal dengan musik indie yang gelap dan penuh emosi. Ia juga salah satu musisi yang menandatangani dukungan dalam kampanye No Music for Genocide.

Bagi King Krule, keikutsertaan ini merupakan bentuk konsistensi. Ia kerap dianggap sebagai musisi yang peka terhadap isu sosial, dan sikapnya terhadap Palestina mempertegas reputasi itu.

Langkah King Krule juga menunjukkan bahwa artis muda dari genre alternatif tidak ragu mengambil sikap politik yang jelas. Dengan basis penggemar loyal, pesan boikot ini cepat menyebar lewat komunitas musik indie global.

Banyak fans menilai bahwa keputusan King Krule memperlihatkan sisi lain dari artis muda yang tidak hanya fokus pada karier, tetapi juga peduli dengan penderitaan manusia.

8. Yaeji

Yaeji, produser dan DJ asal Korea-Amerika, ikut serta dalam kampanye ini.

Ia dikenal dengan musik elektronik yang memadukan bahasa Inggris dan Korea, serta kerap membawa isu identitas dalam karyanya.

Dengan bergabung di No Music for Genocide, Yaeji menunjukkan keberpihakan pada isu kemanusiaan yang melampaui batas negara. Ia menegaskan bahwa musisi Asia juga harus bersuara dalam konflik global.

Langkah Yaeji sangat berpengaruh karena ia punya penggemar besar di komunitas musik elektronik internasional.

9. Amyl and The Sniffers

Amyl and The Sniffers, band punk asal Australia, ikut dalam daftar band ngetop yang mendukung kampanye No Music for Genocide.

Band ini dikenal dengan energi liar dan lirik yang blak-blakan.

Punk selalu identik dengan perlawanan, dan keputusan mereka untuk memboikot Israel terasa sejalan dengan akar musik mereka. Bagi Amyl and The Sniffers, musik adalah bentuk protes, sehingga diam di tengah konflik Palestina–Israel bukanlah pilihan.

10. Faye Webster

Faye Webster, penyanyi asal Atlanta, Amerika Serikat, menambah daftar artis besar yang bergabung dalam kampanye boikot.

Dengan gaya musik folk-pop yang lembut, Webster dikenal dengan lagu-lagu penuh kejujuran emosional.

Keputusannya bergabung dalam No Music for Genocide menunjukkan bahwa sikap politik tidak hanya datang dari musisi yang keras atau penuh teriakan, tetapi juga dari artis dengan suara lembut. Webster menilai bahwa setiap musisi, apapun genrenya, punya tanggung jawab untuk bersuara.

Dampak No Music for Genocide

Aksi boikot ini memberi tekanan moral dan simbolis bagi industri musik internasional.

Dengan dukungan ratusan musisi, termasuk band-band besar dunia, kampanye ini mempertegas posisi seniman dalam isu politik dan kemanusiaan.

Selain itu, langkah ini diharapkan mendorong label besar serta platform streaming global untuk mempertimbangkan kembali hubungan bisnis mereka dengan Israel. (jas)

 

Related News
Recent News
image
Music BTS Masih Pimpin Daftar Brand Reputasi Boy Grup September 2025, Stray Kids Naik Tajam
by Nayara Faiza2025-09-15 20:21:17

BTS pertahankan posisi puncak brand reputasi boy grup September 2025, Stray Kids melonjak

image
Music Taylor Swift dan Travis Kelce Resmi Tunangan, Ini Jejak Cinta sang Pop Star dalam Lagu untuk sang Mantan
by Nayara Faiza2025-09-01 19:42:09

Taylor Swift tunangan Travis Kelce, deretan lagu yang terinspirasi kisah cintanya dengan mantan