Skandal Match Fixing Liga Indonesia, Siapa Saja Dijatuhi Vonis? Ada Pelatih hingga Manajer!

POTRET - Pertandingan PSS Sleman vs Madura FC pada 6 November 2018 di Stadion Maguwoharjo (Foto: HO)
AVNMEDIA.ID - Skandal pengaturan skor atau match fixing telah menghantui dunia sepak bola, menyeret banyak nama dari berbagai belahan dunia ke dalam pusaran kontroversi.
Tak sedikit pemain, pelatih, hingga klub yang harus menerima vonis resmi setelah terbukti terlibat dalam praktik curang match fixing ini.
Indonesia pun tak luput dari bayang-bayang kelam tersebut, saat dunia sepak bolanya tercoreng oleh kasus match fixing yang mencederai semangat fair play.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah vonis resmi telah dijatuhkan oleh Komite Disiplin PSSI dan lembaga peradilan kepada pihak-pihak yang terbukti bersalah karena pengaturan skor.
Dilansir dari Hvsmedia.id, match fixing ini mencoreng integritas kompetisi sepak bola Indonesia yang sedang berusaha bangkit dan profesional.
Terungkapnya praktik curang match fixing dalam pertandingan sepak bola menunjukkan bahwa pengawasan federasi dan penegakan hukum masih menjadi tantangan besar dalam menjaga sportivitas di lapangan.
Berikut beberapa pemain, klub, dan pelatih yang telah dijatuhi sanksi akibat terlibat dalam praktik match fixing.
Pertandingan PS Mojokerto Putra vs Aceh United
Pada 19 November 2018, pertandingan Liga 2 Indonesia antara PS Mojokerto Putra dan Aceh United berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Aceh United.
Namun, laga ini menjadi sorotan karena dugaan praktik pengaturan skor (match fixing).
Pemain PS Mojokerto Putra, Krisna Adi Darma, yang ditunjuk sebagai eksekutor penalti pada menit ke-87, diduga sengaja menendang bola melebar dari gawang Aceh United.
Aksi tersebut menimbulkan kecurigaan bahwa hasil pertandingan telah diatur sebelumnya.
Komite Disiplin (Komdis) PSSI melakukan penyelidikan dan menemukan bukti kuat bahwa PS Mojokerto Putra terlibat dalam pengaturan skor di beberapa pertandingan, termasuk melawan Aceh United.
Sebagai akibatnya, pada Desember 2018, Komdis PSSI menjatuhkan sanksi kepada PS Mojokerto Putra berupa larangan mengikuti kompetisi Liga Indonesia musim 2019.
Selain itu, Krisna Adi Darma dijatuhi hukuman larangan beraktivitas dalam kegiatan sepak bola di lingkungan PSSI seumur hidup.
Liga 2 Perserang Serang
Pada tahun 2021, Perserang Serang menjadi sorotan akibat kasus dugaan pengaturan skor (match fixing) yang melibatkan beberapa pemainnya.
Manajemen klub, melalui manajer Babay Karnawi, melaporkan adanya upaya pengaturan skor dalam pertandingan Liga 2 2021, termasuk laga melawan RANS Cilegon FC, Persekat Tegal, dan Badak Lampung FC.
Laporan tersebut ditindaklanjuti oleh Komite Disiplin (Komdis) PSSI dengan menggelar sidang pada November 2021.
Pemain yang Dikenakan Sanksi:
1. Eka Dwi Susanto, dikenakan sanksi larangan beraktivitas selama 60 bulan, denda Rp30 juta, dan larangan memasuki area stadion selama 60 bulan.
Ia menjadi pihak yang pertama kali dihubungi oleh pihak luar untuk mengatur skor pertandingan.
2. Fandy Edy, menerima sanksi larangan beraktivitas selama 48 bulan, denda Rp20 juta, dan larangan memasuki area stadion selama 48 bulan.
3. Ivan Julyandhy, dikenakan sanksi larangan beraktivitas selama 24 bulan, denda Rp10 juta, dan larangan memasuki area stadion selama 24 bulan.
4. Ade Ivan Hafilah, mendapatkan sanksi larangan beraktivitas selama 36 bulan, denda Rp15 juta, dan larangan memasuki area stadion selama 36 bulan.
5. Aray Suhendri, dikenakan sanksi larangan beraktivitas selama 24 bulan, denda Rp10 juta, dan larangan memasuki area stadion selama 24 bulan.
Selain itu, Muhammad Diksi Hendika, pemain dari Persic Cilegon, juga terlibat dalam kasus ini.
Ia diduga menghubungi kiper Perserang untuk mempengaruhi hasil pertandingan melawan Badak Lampung FC.
Sebagai akibatnya, ia dijatuhi sanksi larangan beraktivitas selama 12 bulan, denda Rp10 juta, dan larangan memasuki area stadion selama 12 bulan.
Liga 2 PSS Sleman
PSS Sleman, klub sepak bola asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terlibat dalam kasus match fixing yang mencuat pada Liga 2 Indonesia musim 2018.
Kasus ini berawal dari pertandingan antara PSS Sleman dan Madura FC pada 6 November 2018 di Stadion Maguwoharjo, Sleman.
Dalam laga tersebut, terjadi beberapa kejanggalan, seperti gol pemain Madura FC, Usman Pribadi, yang dianulir oleh wasit meskipun tayangan ulang menunjukkan posisi onside, serta gol bunuh diri bek Madura FC, Muhammad Choirul Rifan, yang juga dianulir karena dianggap offside.
Pada Desember 2023, Satgas Antimafia Bola Polri mengungkap bahwa pertandingan tersebut merupakan bagian dari praktik pengaturan skor yang melibatkan beberapa pihak, termasuk oknum dari PSS Sleman.
Dewanto Rahadmoyo Nugroho, yang saat itu menjabat sebagai asisten manajer PSS Sleman, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sebagai akibat dari kasus ini, pada 12 Agustus 2024, Komite Disiplin PSSI menjatuhkan sanksi kepada PSS Sleman berupa pengurangan tiga poin dan denda sebesar Rp150 juta yang berlaku pada kompetisi BRI Liga 1 2024/2025.
Salah satu aktor intelektual dalam kasus ini ialah Vigit Waluyo yang berperan sebagai perantara yang mengatur jalannya pengaturan skor dengan melibatkan berbagai pihak termasuk official dan perangkat pertandingan.
Karena kasus tersebut, Vigit Waluyo ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Sleman.
Pada 26 Maret 2024, Vigit dijatuhi hukuman penjara selama 5 bulan dan denda sebesar Rp2 juta subsider kurungan 2 bulan akibat pengaturan skor. (fun/apr)