Fiktif Tapi Terasa Nyata, Film Pengepungan di Bukit Duri Sentil Sistem Bobrok dan Luka Lama Tanah Air?

Tanggapan Netizen dan Para Pemain Film Pengepungan di Bukit Duri (Kolase: AVN Media)

AVNMEDIA.ID - Tak sedikit penonton menyoroti kuatnya simbolisme yang dibawa film Pengepungan di Bukit Duri.

Bukit Duri, meski fiktif, terasa begitu nyata sebagai cerminan runtuhnya sistem pendidikan dan tatanan sosial-politik.

Di sekolah itu, papan tulis justru dipenuhi amarah alih-alih ilmu, dan para siswa tumbuh bukan dengan harapan, tapi warisan dendam.

Film Pengepungan di Bukit Duri menyampaikan kritik yang halus tapi mengena bahwa ketika keluarga, sekolah, dan negara gagal merawat empati, maka prasangka dan trauma dengan mudah menjelma menjadi kekerasan yang terus berulang.

Salah satu aspek yang memantik perdebatan dalam film Pengepungan di Bukit Duri adalah penggunaan bahasa kasar yang nyaris tanpa jeda.

Umpatan-umpatan tajam, seperti “anjing”, “kontol”, hingga “ngentot” berseliweran tanpa sensor.

Bagi sebagian penonton, ini terasa terlalu vulgar.

Namun bagi yang menangkap pesan di balik kekasaran itu, bahasa dalam film ini bukan sekadar alat komunikasi, ia telah berubah menjadi senjata.

Dalam dunia yang digambarkan Joko Anwar, kata-kata kehilangan makna dasarnya sebagai jembatan antarmanusia.

Sejalan dengan pemikiran Wittgenstein bahwa “bahasa adalah bentuk kehidupan”, kebrutalan verbal ini justru memperlihatkan bahwa yang rusak bukan sekadar dialog, melainkan kehidupan itu sendiri.

Film Pengepungan di Bukit Duri menyentuh hati banyak penonton, terutama dari komunitas Tionghoa dan pegiat HAM, yang merasakan kedalaman emosional dalam narasi Edwin, sosok guru yang merepresentasikan trauma kolektif minoritas etnis yang kerap menjadi sasaran amarah sosial.

Pengepungan di Bukit Duri hadir sebagai ruang yang langka, di mana kekerasan berbasis identitas ditampilkan tanpa basa-basi, jujur, tajam, dan menyayat.

Meski dipenuhi gelap dan amarah, film Pengepungan di Bukit Duri ini tidak berhenti di sana.

Di balik tiap adegan kelam, Joko Anwar menyelipkan pesan optimis bahwa rantai kekerasan bisa dipatahkan, bahwa kebencian tak harus diwariskan, dan bahwa kita masih punya pilihan untuk menciptakan masa depan yang lebih waras dan penuh welas asih.

Pengepungan di Bukit Duri bukan hanya sebuah tontonan, melainkan panggilan.

Sebuah karya yang berani, relevan, dan penting untuk zaman ini.

Lewat tangan Joko Anwar, film Pengepungan di Bukit Duri bukan sekadar mengguncang emosi, tapi juga membuka ruang kontemplasi dan percakapan tentang luka-luka sejarah, soal identitas yang terluka, dan arah masa depan bangsa.

Hal ini mengingatkan bahwa ketika sistem pendidikan gagal menanamkan empati, ketika media abai, dan masyarakat diam, maka kebencian akan tumbuh liar tanpa kendali.

Di titik itulah, film ini mengajak untuk berhenti dan bertanya, bukan hanya “apa yang telah terjadi?”, tapi juga: “apa yang bisa kita ubah agar segalanya tak terus berulang?” (shi)

Related News
Recent News
image
Film Deretan Aktor Ternama Jadi Cameo di Resident Playbook, Karakter Hospital Playlist Muncul lagi
by Nayara Faiza2025-05-03 17:50:03

Drama Korea terbaru "Resident Playbook" yang kini telah menayangkan enam episode sukses mencuri perhatian penonton dengan menghadirkan sejumlah cameo dari para aktor dan aktris ternama

image
Film Han Ye Ji Resmi Debut Televisi Lewat Drama Resident Playbook Tampil Sebagai Kim Sa-bi, Intip Profilnya
by Redaksi2025-05-01 20:56:51

Aktris muda Han Ye Ji resmi melakukan debut televisinya melalui drama medis terbaru tvN, Resident Playbook, yang mulai tayang pada 12 April 2025