APBN Mei 2025 Defisit Rp21 Triliun, Penerimaan Baru 33,1 Persen dari Target
Defisit Mulai Terlihat Setelah Surplus di Bulan Lalu

KONDISI APBN - Defisit APBN Indonesia ada di Rp 21 Triliun per Mei 2025 / IG @kemenkeuri
AVNMEDIA.ID - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp21 triliun per akhir Mei 2025.
Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Selasa (17/6/2025).
“Per 31 Mei posisi APBN kita defisit Rp21 triliun. Bulan April kemarin masih surplus Rp4,3 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Penerimaan Negara Masih Rendah, Baru Capai 33,1 Persen dari Target
Defisit tersebut terjadi karena total penerimaan negara baru mencapai Rp995,3 triliun, atau sekitar 33,1 persen dari total target penerimaan yang ditetapkan dalam APBN 2025.
Berikut rincian pendapatan negara hingga Mei 2025:
- Penerimaan pajak: Rp683,3 triliun
- Penerimaan bea dan cukai: Rp122,9 triliun
- Penerimaan negara bukan pajak (PNBP): Rp188,7 triliun
Belanja Negara Lebih Besar dari Penerimaan
Di sisi lain, realisasi belanja negara sudah menyentuh Rp1.016,3 triliun, atau setara 28,1 persen dari total pagu belanja APBN tahun ini.
Rincian penggunaan belanja negara:
- Belanja pemerintah pusat: Rp694,2 triliun (25,7 persen dari pagu)
- Transfer ke daerah (TKD): Rp322 triliun (35 persen dari pagu)
Keseimbangan Primer Masih Surplus
Meskipun defisit mulai tercatat, keseimbangan primer APBN justru menunjukkan hasil positif dengan surplus sebesar Rp192,1 triliun.
Surplus ini menjadi indikator awal bahwa pengelolaan fiskal masih tetap terjaga di tengah tantangan penerimaan.
Akan tetapi, Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa meledaknya konflik di wilayah Timur Tengah semakin menambah ketegangan geopolitik yang sudah ada dan memicu lonjakan harga-harga komoditas.
Dari sisi perdagangan global, belum tercapainya kesepakatan antara US dengan negara-negara mitra dagang juga menambah ketidakpastian. Kedua kombinasi ini menimbulkan risiko inflasi tinggi dan pelemahan ekonomi global.
"Dampaknya, PMI manufaktur global berada di angka terendah sejak Desember, yaitu 49,6–PMI dari 70,8% negara yang disurvei berada pada zona kontraktif. Selain itu, revisi atas penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global terus dilakukan. Tahun 2025, IMF memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia hanya mencapai 2,8%, sementara Worldbank lebih rendah, yaitu 2,3%. Volume perdagangan dunia mengalami menurun signifikan—tahun ini hanya 1,7% (tahun lalu 3,8%)," demikian sebagaimana dirilis.
Dengan situasi tersebut, Kementerian Keuangan menyatakan Indonesia tetap waspada dan terus memantau situasi. Kebijakan fiskal ekspansif, seperti restitusi untuk menjaga likuiditas dunia usaha, pemberian paket stimulus, dan akselerasi investasi terus dilakukan.
(jas)