Apa Itu Maintenance Sex dan Mengapa Dianggap Seksis?

ILUSTRASI - Ilustrasi hubungan seksual/ Unsplash
AVNMEDIA.ID - Istilah “maintenance” biasanya kita dengar dalam konteks merawat mobil atau rumah. Tapi belakangan, kata ini juga ramai dibicarakan soal hubungan dan seks.
Salah satu pemicunya adalah model Caprice Bourret. Dalam wawancaranya dengan OK! Magazine, Caprice—yang menikah dengan pengusaha Ty Comfort sejak 2019—mengatakan bahwa perempuan sebaiknya tetap rutin berhubungan seks, walau sedang tidak mood, demi menjaga keharmonisan rumah tangga.
“Nggak bisa bilang ‘aku capek’ atau ‘lagi sakit kepala’. Harus rela demi pasangan, cuma lima sampai sepuluh menit saja,” kata Caprice.
Ia menambahkan bahwa pria itu “makhluk sederhana”. Menurutnya, cukup diberi makan, pujian, dan seks, maka mereka akan bahagia. Ia menyebut seks sebagai cara terbaik meredakan stres.
Pernyataan Caprice langsung menuai kritik. Salah satunya datang dari Dr Pragya Agarwal, pakar perilaku dan data, yang menulis di The Independent bahwa maintenance sex bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan perempuan demi menyenangkan suami.
Jadi, Apa Itu Maintenance Sex?
Maintenance sex adalah istilah untuk menggambarkan seks dalam hubungan jangka panjang yang dilakukan bukan karena ingin, tapi karena merasa perlu—agar hubungan tetap harmonis.
Caprice menyebut kebiasaan ini membantu memperkuat rumah tangganya saat lockdown. Ia percaya tanpa seks rutin, hubungan akan “selesai”. Ia bahkan menyarankan agar perempuan tidur bersama pasangannya hampir setiap malam.
Jurnalis Sali Hughes dan Caitlin Moran juga pernah mengangkat hal serupa. Moran menyebut, ada momen dalam hubungan panjang ketika sudah “sekian hari” tidak berhubungan, dan meski sama-sama tidak terlalu berhasrat, tetap dilakukan demi menjaga kedekatan.
Butuh Persetujuan Antar Pasangan?
Walau dilakukan dengan persetujuan, konsep maintenance sex tetap dipertanyakan karena sering dilakukan bukan karena keinginan, tapi rasa kewajiban.
Beberapa penelitian menyebut hal ini sebagai bentuk "seks tanpa keinginan" atau sexual compliance, yang ternyata cukup umum, terutama pada perempuan. Dalam sebuah studi terhadap 1.519 mahasiswa, 55% perempuan mengaku pernah menyetujui hubungan seksual yang sebenarnya tidak mereka inginkan.
Penelitian lain menyebut, sexual compliance bisa berdampak pada kesehatan mental dan bahkan berakar dari masalah hubungan seperti kecemasan terhadap pasangan.
Mengapa Dianggap Seksis?
Studi menunjukkan sexual compliance lebih sering terjadi pada perempuan. Dr Agarwal menilai konsep ini sangat heteronormatif dan memperkuat stereotip bahwa pria selalu punya libido lebih tinggi dan wanita harus “melayani”.
Ia menyebut cara berpikir seperti ini sudah mengakar bahkan di buku-buku medis, di mana orgasme perempuan jarang dibahas, sementara orgasme pria dianggap hal utama.
“Seolah-olah seksualitas perempuan hanya untuk reproduksi,” tulis Dr Agarwal.
Konsep ini membuat perempuan tampak pasif dalam hubungan seksual, sementara pria dominan. Ini memperparah pandangan bahwa perempuan hanya ‘alat pemuas’ atau bertugas menjaga keharmonisan lewat seks.
Apakah Maintenance Sex Benar-Benar Bisa Menjaga Hubungan?
Psikolog hubungan Jo Hemmings justru mempertanyakan konsep ini. Menurutnya, jika seks dilakukan karena kewajiban, bukan karena keinginan, maka hubungan bisa jadi makin renggang.
“Seks bisa jadi terasa membosankan, monoton, bahkan seperti beban,” ujarnya.
Ia menyarankan pasangan untuk saling jujur soal kehidupan seksual mereka. Jika ada masalah, bisa diatasi dengan eksplorasi seperti mencoba posisi baru, menggunakan alat bantu, atau melakukan permainan peran.
Aktivitas non-seksual juga penting. Misalnya merencanakan kencan romantis, menjauhkan gadget saat bersama, atau menciptakan suasana intim.
“Jangan merasa harus berhubungan seks hanya demi menyenangkan pasangan. Itu justru bisa merusak keintiman dan membuat seks kehilangan makna,” tutup Hemmings. (jas)
Source: Independent.co.uk